• عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حِينَ يَخْرُجُ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى مَسْجِدِهِ فَرِجْلٌ تُكْتَبُ حَسَنَةً وَرِجْلٌ تَمْحُو سَيِّئَةً Dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda “Ketika seseorang keluar dari rumahnya menuju masjid, maka tiap langkah satu kakinya dicatat satu kebaikan dan dari kakinya yang satu lagi sebagai penghapus satu kejelekan.” [Sunan Nasai – 698]
Selasa, 5 Agustus 2025

Khadijah Binti Khuwailid: Cinta Sejati Rasulullah

Khadijah Binti Khuwailid: Cinta Sejati Rasulullah
Bagikan
  1. Mengenal Khadijah Binti Khuwailid

Namanya adalah Khadijah Binti Khuwailid Bin Asad Bin Abdul Uzza Bin Qushay al-Quraisyiah al- Asadiyah. Ibunya bernama Fatimah binti Zaidah dan ayahnya bernama Khuwailid. Yang mana keluarganya berasal dari keluarga yang memiliki garis keturunan terhormat. Bahkan ia diberi gelar Ath thohiroh, yaitu wanita suci.

Selain itu, pada masanya beliau adalah seorang pengusaha sukses yang keberadaannya diakui dan diperhitungkan oleh masyarakat umum.

Sebelum menikah dengan Rosululloh, ia sudah pernah menikah dengan dua orang laki-laki. Suami pertamanya adalah Abu Halah an-Nabasy Bin Zurarah At-Taymi yang dengannya dikarunia dua anak yaitu Halah dan Hindun, kemudian Abu Halah meninggal dan Khadijah menikah kembali dengan Athiq bin Aidz Al-Makhzumi, yang dari pernikahannya dikarunia seorang anak perempuan yang lagi lagi dinamai Hindun. Hingga kemudian Athiq pun wafat.

Setelah dua kali menikah, banyak laki -laki yang ingin meminangnya, namun Khadijah menolak dan memilih fokus untuk mengurus anak-anaknya dan juga menjalankan bisnisnya.

Keadaan masyarakat Makkah saat itu sedang ramai membicarakan seorang pemuda yang jujur, berakhlak mulia hingga masyarakat memberikan julukan “Al-Amin” dengan nama seseungguhnya adalah Muhammad bin Abdullah.

Dan saat itu pula, Khadijah sedang hendak mencari orang yang bisa diutus untuk memimpin kafilah dagangnya ke Syam. Karena mendengar nama Muhammad yang terkenal dengan kejujurannya itu, maka Khadijah pun memanggil Muhammad dan berbincang mengenai perdagangan.

Setelah pertemuan pertama itu, Khadijah merasa ada sesuatu yang berbeda, ia merasa kagum dan tertarik dengan keindahan akhlak Muhammad. Dan semakin meyakinkannya bahwa perbincangan masyarakat tentang kejujurannya itu benar adanya.

Hari keberangkatan menuju Syam pun tiba, dan saat itu Muhammad dibantu dan ditemani oleh seorang pelayan Khadijah yang bernama Maysaroh. Perjalanan perdagangan ke Syam berjalan lancar dengan hasil yang menakjubkan. Sesudah kembali ke Makkah, Muhammad pun menemui Khadijah untuk melaporkan tentang perjalanan dagang beserta hasilnya.

B. Rumah Tangga Kenabian

Setelah berbagai hal yang dilalui, juga diperkuat oleh pernyataan Maysaroh tentang bagaimana sikap dan berbagai kejadian yang dialami Muhammad selama perjalanan. Hal itu menambah kuat ketertarikan Khadijah kepadanya. Hingga setelah mempertimbangkan berbagai hal, Khadijah memberanikan diri untuk meminang Muhammad melalui seorang utusan yang ia percaya yaitu Nafisah binti Umayyah yang masih kerabat dekat Nabi Muhammad. Maka Nafisah menyampaikan maksudnya, berikut kurang lebih percakapan yang terjadi diantara keduanya:

Nafisah bertanya “apa yang menghalangi mu untuk menikah?, Muhammad menjawab: “Aku orang miskin yang tidak mempunyai harta. Kemudian aku berkata (Nafisa) : kalo aku tanggung semua keperluan mu untuk menikah dan ku pilihkan wanita yang cantik, kaya, mulia dan cocok untukmu apakah kau akan menikah?

Muhammad menjawab: Siapakah wanita itu? Aku menjawab: “Khadijah”. Muhammad bertanya kembali: “Bagaimana mungkin?” Ku katakan: “Biarkan aku yang mengaturnya”.

Setelah Nafisah memberitahukan hasil percakapannya dengan Muhammad, maka Khadijah pun mengundang Muhammad dan menyampaikan maksudnya secara langsung. Mari perhatikan bagaimana yang Khadijah Ucapkan kepada Muhammad:

Wahai anak pamanku, aku bermaksud ingin menikah dengan mu atas dasar kekerabatan, kedudukanmu yang mulia, Akhlak mu yang baik, dan kejujuran perkataanmu.

Maka Muhammad pun menerima pinangan tersebut, dan keduanya sepakat akan melaksanakan pernikahan, yang dilaksanakan 15 hari setelah kepulangan Muhammad dari Syam. Saat itu Muhammad didampingi oleh Bani Hasyim yang dipimpin oleh Abu Thalib dan Hamzah termasuk saat itu hadir juga Bani Mudhar. Saat menikah, usia Muhammad adalah 25 tahun sedangkan Khadijah berusia 40 tahun, dan saat itu mahar yang diberikan adlah 20 ekor unta.

Setelah sah menjadi sepasang suami dan istri, keluarga mereka penuh dengan kebahagiaan, keduanya menjadi qurrota ‘ayun bagi satu sama lain.

Dan sudah kita ketahui bahwa sejak kecil beliau sudah ditinggal oleh ibunya, sehingga setelah menikah dengan Khadijah beliau merasakan kasih sayang yang penuh dari khadijah, yaitu kasih sayang sebagai seorang istri dan seorang ibu. Semua urusan perdagangan Khadijah diurus atau diserahkan kepada Muhammad Muhammad. Sedangkan Khadijah fokus untuk menjalankan perannya sebagai seorang istri dan ibu bagi anaknya.

Muhammad sangatlah adil dalam bersikap terhadap banyak hal, waktunya terbagi atas urusannya sendiri, urusan rumah tangga, urusan perdagangan hingga sosial. Bahkan saat itu, sebagai bentuk syukurnya atas kehidupannya beliau memerdekakan seorang hamba sahaya yang diwarisi dari ibunya, ia bernama Barakah atau sering kita sebut Ummu Aiman.

Beliau adalah suami yang amat perhatian pada keluarga, suka mengerjakan pekerjaan rumah tangga, senantiasa bermusyawarah dengan Khadijah dalam berbagai hal, pendengar yang baik dan penuh perhatian.

Memasuki tahun ke tiga dari pernikahannya, Khadijah pun dikarunia seorang anak. Yang darinya melahirkan 6 orang anak, anak pertamanya ialah Qasim, kemudian Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah. Disebutkan bahwa yang membantu proses persalinan Khadijah ialah Salma, seorang pelayan milik bibi Nabi Muhammad yaitu Shafiyyah Binti Abdull Muthalib.

Ketika itu Qasim meninggal di tahun kedua dari kelahirannya. Begitu juga dengan Abdullah yang merupakan anak terakhir ia meninggal saat usianya masih kecil. Sedangkan yang lainnya tumbuh hingga dewasa.

Saat anak-anaknya sudah tumbuh dewasa, Khadijah pun mengajarkan berbagai keterampilan mengenai rumah tangga dan saat sudah pantas menikah, maka mereka pun menikah. Mula-mula Zainab dinikahkan dengan anak dari saudarinya yang terkenal dengan kejujuran dan kesuksesannya dalam perdagangan yaitu Abul Ash bin Rabi’. Sedangkan Ruqayyah dan Ummu Kultsum kemudian dilamarkan oleh Abu Lahab untuk kedua anaknya yaitu Utbah dan Utaibah. Maka setelah Khadijah, Muhammad dan anak-anaknya berdiskusi terkait lamaran Abu Lahab, akhirnya Muhammad pun menerima lamaran tersebut.

Sedangkan Fatimah saat itu masih kecil, mengingat perbedaan usianya yang cukup jauh dengan saudaranya yang lain.

Sifat penyayang dan keibuan Khadijah tentu sangat terlihat dari bagaimana ia mendidik anak-anaknya, bahkan selain itu saat suatu ketika Rasulullah memutuskan untuk menanggung dan membawa Ali Bin Abi Thalib ke dalam keluarganya, respon Khadijah sebagai seorang istri sangat-sangat menyambut dengan baik dan tulus. Bahkan Khadijah merasa senang, dan ia sangat menyadari bahwa Abu Thalib pun telah mengasuh dan mendidik suaminya sejak kecil, dan mendidik suaminya hingga menjadi sosok suami yang baik.

C. Risalah Kenabian

Uzlah merupakan salah satu aktivitas yang disukai Rasulullah Saw, biasanya beliau melakukan uzlah satu kali dalam setahun dengan jangka waktu satu bulan. Dengan tujuan melakukan perenungan dan berfikir tentang penciptaan alam. Juga menjauh dari Kota Makkah yang ketika itu penuh dengan syirik yang menyebar.

Tentu sebagai seorang istri yang baik dan mengerti tujuan baik dari suaminya, Khadijah mengizinkan Muhammad dan bahkan menyiapkan perbekalannya. Meskipun jika mengikuti pada perasaan, sudah tentu Khadijah inginnya selalu dekat dan berada disisi suaminya.

Dan biasanya, setelah pulang dari melakukan uzlah. Hal pertama yang beliau lakukan adalah Thawaf baru kemudian pulang ke rumah.

Tanda-tanda kenabian semakin jelas dan mendekat, saat sedang di dalam gua tiba-tiba ia mendengar suara yang amat sangat kuat dan bergema memanggil dirinya, hingga muncullah sesosok bertubuh besar memenuhi gua yang disertai dengan cahaya.

Dan sosok itu berkata: “Wahai Muhammad, engkaulah utusan Allah.”!

Dan kemudian diperlihatkanlah sebuah lembaran dan diperintahakannya, “Bacalah!.”

Muhammad menjawab: “Aku tidak bisa membaca.”

Mendengar jawaban tersebut, kemudian Jibril memeluknya dengan sangat kuat sembari memerintahkan lagi: “Bacalah!.” Hingga perintah tersebut diperintahkan sebanyak 3x.

Hingga kemudian Muhammad berkata, apa yang harus ku baca?

Kemudian Jibril membacakan QS. Al-Alaq ayat 1-5. Dan Nabi Muhammad pun membacanya, hingga kemudian ayat-ayat tersebut seakan akan sangat terpatri didalam hatinya.

Kemudian Nabi Muhammad kembali ke rumahnya, dalam keadaan bergetar, menunjukkan bahwa keadaanya amat sangat berat dan ketakutan, dan Nabi Muhammad hanya mengatakan: Selimutilah aku!, selimutilah aku!, maka Khadijah menyelimutinya dan berusaha untuk menenangkannya, mari kita perhatikan bagaimana sikap dan perkataan Khadijah yang mampu menenangkan Muhammad ditengah situasi beratnya itu, Dari mulai menyelimutnya, tak ikut panik dengan tak langsung bertanya terlebih dahulu hingga suaminya tenang.

Kemudian setelah tenang dan mengetahui apa yang terjadi, Khadijah pun berkata: “Bergembiralah. Demi Allah Dia tidak akan pernah merendahkanmu. Engkau orang yang rajin menjalin silaturahmi, jujur dan selalu menunaikan amanat. Kau tanggung dan santuni orang-orang yang kekurangan, kau jamu tamu dan membantu orang yang terkena musibah.”

Setelah suaminya tenang dan terlelap dalam tidurnya, Khadijah pun hendak pergi untuk menemui pamannya yaitu Waraqah bin Naufal dan menceritakan apa yang telah terjadi kepada suaminya. Hingga sampai pada kesimpulan dimana Waraqah menyampaikan bahwa Muhammad adalah utusan Allah untuk umat ini.

Setelah itu Khadijah bergegas untuk kembali pulang menemui suaminya dan menyampaikan kembali apa yang Waraqah katakan. Khadijah berkata “Waraqah menegaskan bahwa engkau adalah utusan Allah, maka bertahanlah wahai Rasulullah.”Dan tak sampai disitu, Khadijah pun bersaksi “ Aku bersumpah demi ayah ibuku , aku memercayaimu. Aku beriman kepada Allah dan kepadamu sebagai Rasul Nya.”

Dialah Khadijah, yang senantiasa tiasa mendampingi Rasulullah dalam suka dan duka serta menanggung segenap kesulitan bersama, menjadi tempat berunding, bercerita bahkan untuk saling menasihati.

Kemudian Khadijah mengajak Muhammad bertemu dengan Waraqah, dan berceritalah Muhammad tentang apa yang terjadi kepadanya. Hingga setelah mendengar hal itu, Waraqah mengatakan:” Itulah malaikat yang mendatangi Musa, aku berharap masih hidup saat kaummu nanti mengusir mu.”

Muhammad bertanya: “Mereka akan mengusirku?”

“Ya, tidak pernah ada seseorang yang datang membawa sesuatu seperti yang kau bawa ini, kecuali ia dimusuhi dan disakiti. Kalau aku masih hidup saat itu, aku akan membela mu sekuat tenaga.”

Setelahnya, tentu Muhammad terus memikirkan semua hal yang terjadi, dan tentu Khadijah pun paham tentang apa yang terlintas di pikiran suaminya. Hingga Khadijah pun mengantar suaminya ke tempat tidurnya dan berkata: “Allah telah mengutus mu sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan. Allah akan menjaga dan menolongmu hingga engkau tuntaskan tugas risalah ini! Gunakan waktu istirahatmu yang sedikit ini.”

Bangunlah Muhammad dari tidurnya dan hendak melakukan Thawaf, namun diperjalanan ia kembali didatangi oleh jibril yang memanggilnya dari arah langit, yang membuatnya lari ketakutan hingga kembali pulang menuju rumah. Namun ketika di rumah pun saat hendak beristirahat, tiba-tiba Muhammad mendengar bunyi gemerincing lonceng yang amat keras dan ternyata Jibril pun menurunkan wahyu keduanya yaitu Surat Al-Muddatsir ayat 1-5.

Dan setelah itu turunlah wahyu secara berangsur-angsur yang menjadi penghibur atas segala rasa takut dan khawatir yang ada. Khadijah pun sadar, bahwa tugas yang ia emban pun berat, sebab ia harus membela dan mendorong suaminya untuk terus bertahan menyebarkan risalah. Maka kemudian masuk Islam lah Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, keempat putrinya dan kemudian Abu Bakar Ash-Shidiq.

Khadijah adalah orang pertama yang melakukan dua hal paling penting dalam Islam yaitu syahadat dan mendirikan shalat. Yang mana setelah Rasulullah diajarkan berwudhu dan shalat oleh Jibril, maka orang pertama yang Rasul ajarkan kembali dan shalat bersama di belakang Rasulullah adalah Khadijah.

Dan tentu Khadijah adalah orang yang senantiasa menyaksikan setiap persitiwa saat Rasul menerima wahyu, menyaksikan pula saat masuknya beberapa orang ke dalam cahaya Islam.

Selain memberikan cinta dan kasihnya dengan tulus kepada Rasulullah, Khadijah pun turut mengeluarkan hartanya untuk keperluan dakwah Islam.

Setelah adanya perintah berdakwah terang-terangan, maka Rasulullah melakukan hal tersebut, berawal sejak Rasulullah menyeru kaum Quraisy diatas bukit shafa hingga kemudian berdakwah kepada para kerabatnya.

Hingga saat seluruh orang sudah mengetahui tentang Rasulullah dan agama yang dibawanya, Rasulullah pun dengan terang-terangan melakukan shalat didekat ka’bah yang di bersamai oleh Ali dan Khadijah. Yang tentunya hal tersebut memiliki resiko yang amat besar, mengingat disekeliling Ka’bah terdapat banyak berhala yang dijadikan sesembahan orang-orang pada saat itu.

Dan memang setelah dakwah terang-terangan, kadar tekanan dan penyiksaan terhadap kaum muslimin semakin berat.

Baik tekanan secara psikologis ataupun fisik, keduanya sama sama dilakukan, dengan harapan agar kaum muslimin kembali kepada agama nenek moyang mereka yang diyakini.

Namun nyatanya semakin hari semakin banyak orang yang memeluk agama Islam dan lagi lagi mereka gagal dalam menjalankan misi nya, karena makin hari makin kuat juga keyakinan mereka pada Islam.

Itulah sedikit tentang perjalanan juang Khadijah dalam membersamai dakwah Rasulullah yang amat sangat berat. Yang tidak mungkin terangkum dalam tulisan kecil ini, mengingat banyaknya peran penting yang ia lakukan. Namun Dengan kisah tersebut kita bisa mengetahui makna dari sabda Rasulullah berikut ini mengenai Khadijah:

“Demi Allah, aku tidak pernah memperoleh pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia yang beriman kepadaku ketika semua ingkar. Ia yang memercayaiku tatkala semua orang mendustakanku. Ia yang memberiku harta disaat semua orang enggan memberi. Dan darinya aku memperoleh keturunan. Sesuatu yang tidak ku peroleh dari istri-istriku yang lain. “(HR. Ahmad)

Juga Allah berikan kabar gembira kepada Khadijah tentang sebuah rumah di surga yang terbuat dari permata. Rasulullah bersabda:

“Aku diperintahkan untuk memberi kabar gembira kepada Khadijah bahwa akan dibangunkan untuknya di surga sebuah rumah dari permata, tak ada hiruk pikuk dan rasa lelah di sana.”

Khadijah pun wafat pada usia yang ke 65 tahun, setelah 25 tahun menjalani bahtera rumah tangga bersama Rasulullah dan menemani setiap suka duka nya.

Khadijah memang sudah tiada, namun tetap saja ketika itu Rasulullah tidak bisa melupakannya, hingga tahun wafatnya Khadijah pun disebut dengan Ammul Huzn yaitu tahun duka cita.

Referensi:

– Khadijah, Cinta sejati Rasulullah; Karya Abdul Mun’im Muhammad Umar

– The wonderful Ummahatul Mukminin; Karya: Erlan Iskandar. S. T

SebelumnyaUPAYA YAHUDI DALAM MENGHANCURKAN GENERASI ISLAM MELALUI PENDIDIKAN: Menghancurkan AqidahSesudahnyaSaudah Binti Zam'ah: Yang Pertama Dinikahi Setelah Wafatnya Khadijah
Luas Tanah10 x 15
Luas Bangunan6 x 10
Status LokasiWakaf
Tahun Berdiri2011