Saudah Binti Zam’ah: Yang Pertama Dinikahi Setelah Wafatnya Khadijah
- Berkenalan Dengannya
Namanya adalah Saudah binti Zam’ah bin Qais. Seorang wanita yang berasal dari suku Quraisy, ibunya adalah Syumus bintiQais ibn Amr ibn Zaidan termasuk golongan yang pertama masuk Islam bahkan ikut hijrah ke Habasyah yang kedua.
Sebelum menikah dengan Rasulullah, ia telah menikah dengan Sakran bin Amr yang juga masuk Islam bersamanya dan ikut hijrah, namun Sakran kemudian meninggal.
Mengenai kapan meninggalnya ada dua pendapat yang menyebutkan bahwa Sakran meninggal ketika di Habasyah atau meninggal di Makkah sepulang dari Habasyah.
B. Dalam Rumah Tangga Kenabian
Setelah ditinggal wafat oleh suaminya, ia hidup seorang diri. Ayah dan Kakak laki-lakinya Abdullah ibn Zam‘ah masih bertahan dalam kekafiran. Tentunya saat itu ia diliputi rasa kesedihan. Dan disisi lain Rasulullah pun merasakan kesedihan yang sama setelah ditinggal wafat oleh Khadijah. Melihat Rasulullah bersedih, tak ada seorang pun yang berani bertanya mengenai pernikahan kepadanya, sebab mereka tau bahwa Khadijah adalah seseorang yang sangat istimewa bagi Rasulullah.
Namun saat itu ada seorang Shahabiyah yang memberanikan diri untuk bertanya, ia adalah Khaulah binti Hakim, istri dari Utsman bin Maz’un. Kemudian Khaulah mendatangi Rasulullah dan bertanya: Wahai Rasulullah, apakah engkau hendak menikah?”
“Dengan siapa?” Sahut Nabi.
“Jika ingin menikahi yang masih gadis, ada Aisyah yang merupaka putri dari sahabat yang kau cintai. Jika ingin menikahi janda, ada Saudah binti Zam’ah, yang beriman kepadamu dan juga meneladanimu.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian mengutus Khaulah untuk menyampaikan keinginan Nabi meminang Saudah. Hingga akhirnya, Saudah menjadi Istri Nabi dan mendapat gelar Ummahatul Mukminin.
Dialah Saudah, wanita pertama yang dinikahi Rasulullah setelah wafatnya Khadijah, menjadi pelipur lara dan pelengkap ditengah kesedihan yang ada. Saat menikah dengan Rasulullah yaitu pada tahun kesepuluh dari kenabian, Saudah sudah berada diusia senja yaitu 55 tahun. Namun hal itu bukanlah masalah bagi Rasulullah, sebab ada hal lain yang lebih penting dari sekedar fisik, yaitu kebesaran jiwa yang dimilikinya.
Saudah pun menjalani rumah tangga bersama Rasulullah, ia mengurusi Ummu Kultsum dan Fatimah sebagaimana ia mengurusi anak-anaknya.
Dengan sikap nya yang lemah lembut, keibuan dan penuh kasih sayang, tentunya sangat cocok dengan kebutuhan Rasulullah dan anak-anaknya pada saat itu.
Saudah menyadari bahwa ia tak akan mampu menggantikan posisi Khadijah, namun meski begitu ia tetap bahagia dengan limpahan kasih sayang yang Rasulullah berikan serta posisinya sebagai Ummahatul Mukminin. Bahkan Saudah pun mampu berbesar hati saat kemudian Rasulullah menikahi Aisyah.
C. Keistimewaanya
- Besar Hati Penuh Kerelaan
Diusianya yang sudah memasuki usia senja, Saudah pernah merasa takut diceraikan oleh Rasulullah karena sudah tidak bisa melayaninya sebagaimana dulu, sehingga dengan kebesaran hatinya ia rela menghadiahkan hari gilirannya bersama Rasulullah kepada Aisyah, sebab baginya menjadi Ummul mukminin dan berkumpul bersama mereka di dunia dan akhirat merupakan sebuah kenikmatan yang tiada tandingannya. Dan melihat Rasulullah bahagia merupakan sebuah kebahagiaan juga baginya.
Begitupula saat Rasulullah sakit dan memilih dirawat di rumah Aisyah, Saudah tidak pernah putus untuk menjenguk dan membantu Aisyah merawat Rasulullah.
2. Gemar Bersedekah
Pasca penaklukan benteng Yahudi Khaibar, Saudah mendapat jatah rampasan perang sebesar 80 wasaq (sekitar 10 ton) kurma dan 20 wasaq (sekitar 2,5 ton) gandum. Namun, sebelum sampai ke rumahnya ia sedekahkan bagi yang membutuhkan. Hal yang sama ia lakukan tatkala Umar bin Khattab menjadi khalifah dan mengirimkan sekarung dirham untuknya sebagaimana istri-istri Nabi yang lainnya. Tetapi lagi-lagi kemudian Saudah membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
sehingga Aisyah pun merasa takjub dan kagum, Aisyah berkata:
“Tiada seorang pun yang lebih aku kagumi tentang perilakunya selain Saudah binti Zam’ah yang sungguh hebat.”
3. Ceria Dan Humoris
Saudah tak jarang membuat Nabi tertawa bahagia. Tatkala Aisyah membawakan sebuah makanan yang bernama “Khazirah” masakan berupa daging. Kemudian, Aisyah pun menawarkan kepada Saudah untuk memakannya. Tapi Saudah menolak. Aisyah mencandai Saudah dengan mengatakan akan mengoleskan makanan tersebut ke wajahnya kalau Saudah tak mau makan.
Suasana saat itu memang sedang ceria dan senang. Aisyah pun menaruh tangannya di atas Khazirah, lalu mengoleskannya ke wajah Saudah. Nabi kemudian meraih tangannya Saudah, lalu diletakkan di atas Khazirah, dan menyuruh Saudah untuk mengoleskan balik ke wajahnya Aisyah. Nabi pun tertawa melihat kejadian ini.
D. Wafatnya
Saudah binti Zam’ah wafat di akhir pemerintahan Umar bin al-Khattab sekitar tahun 54 H. Sebelum meninggal ia mewariskan rumahnya kepada Aisyah.
Referensi:
- Biografi Istri Rasulullah, Pustaka Pribadi Mushawwir
- Sirah Nabawiyah, Karya: Shafiyyurahman Al-Mubarakfury
- The Wonderful Ummahatul Mukminin, Karya: Erlan Iskandar
- 25 Perempuan Teladan (Para Istri, Putri dan Sahabat Perempuan Nabi Saw), Karya: Umma Farida