Ketentuan Talaq
Oleh: Ustadz Maulana Arifin
(Ahad, 25 februari 2024)
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah:233)
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَٰجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِىٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. Al-Baqarah:234)
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِۦ مِنْ خِطْبَةِ ٱلنِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَٰكِن لَّا تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلَّآ أَن تَقُولُوا۟ قَوْلًا مَّعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا۟ عُقْدَةَ ٱلنِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ ٱلْكِتَٰبُ أَجَلَهُۥ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ فَٱحْذَرُوهُ ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ حَلِيمٌ
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (QS. Al-Baqarah:235)
عن أُمَّ حَبِيبَةَ قَالَتْ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ انْكِحْ أُخْتِي بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ ، قَالَ : وَتُحِبِّينَ ؟ قُلْتُ : نَعَمْ ، لَسْتُ لَكَ بِمُخْلِيَةٍ ، وَأَحَبُّ مَنْ شَارَكَنِي فِي خَيْرٍ أُخْتِي ، فَقَالَ النَّبِيُّ ص : إِنَّ ذَلِكِ لا يَحِلُّ لِي ، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ إِنَّا لَنَتَحَدَّثُ أَنَّكَ تُرِيدُ أَنْ تَنْكِحَ دُرَّةَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ ؟ قَالَ : بِنْتَ أُمِّ سَلَمَةَ ؟ فَقُلْتُ : نَعَمْ قَالَ : فَوَاللَّهِ لَوْ لَمْ تَكُنْ فِي حَجْرِي مَا حَلَّتْ لِي ، إِنَّهَا لابْنَةُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ أَرْضَعَتْنِي وَأَبَا سَلَمَةَ ثُوَيْبَةُ ، فَلا تَعْرِضْنَ عَلَيَّ بَنَاتِكُنَّ وَلا أَخَوَاتِكُنَّ
Dari Ummu Habibah ia berkata; aku berkata : “Wahai, Rasulullah, nikahilah saudariku putri Abu Sufyan (Izzah binti Abu Sufyan). Rasulullah SAW bertanya, “Apakah engkau menginginkan itu?”Lalu Ummu Habibah pun mengiyakannya dan berkata, “Aku tidak pernah menjadi istrimu seorang diri, dan orang yang paling aku sukai menemaniku dalam kebaikan adalah saudariku. Rasulullah SAW bersabda, “hal itu tidak halal bagiku.” Ummu Habibah berkata, “Sesungguhnya kami diberitahu, bahwa engkau ingin menikahi anak Abu Salamah”. Rasulullah bertanya, “Putri Abu Salamah?” Ummu Habibah menjawab, “Ya.” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Seandainya dia bukan anak asuhku, dia tetap tidak halal bagiku. Dia itu saudara sepersusuanku. Aku dan Abu Salamah pernah disusui oleh Tsuwaibah, maka jangankanlah kalian menawarkan anak-anak atau saudari-saudari kalian kepadaku.” (HR Bukhari)
عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عُقْبَةُ بْنُ الْحَارِثِ أَوْ سَمِعْتُهُ مِنْهُ أَنَّهُ تَزَوَّجَ أُمَّ يَحْيَى بِنْتَ أَبِي إِهَابٍ قَالَ فَجَاءَتْ أَمَةٌ سَوْدَاءُ فَقَالَتْ قَدْ أَرْضَعْتُكُمَا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ ص فَأَعْرَضَ عَنِّي قَالَ فَتَنَحَّيْتُ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ قَالَ وَكَيْفَ وَقَدْ زَعَمَتْ أَنْ قَدْ أَرْضَعَتْكُمَا فَنَهَاهُ عَنْهَا
Dari Ibnu Juraij berkata, aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah berkata, telah menceritakan kepadaku ‘Uqbah bin Al Harits atau aku mendengar darinya bahwa dia menikahi Ummu Yahya binti Ihab. Dia berkata: “Kemudian datang seorang sahaya wanita berkulit hitam lalu berkata: “Aku telah menyusui kalian berdua”. Peristiwa ini aku ceritakan kepada Nabi Saw, namun Beliau berpaling dariku. Kemudian aku berbicara dengan bertatapan muka dengan Beliau lalu aku ceritakan lagi masalahku kepada Beliau, maka Beliau bersabda: “Mau bagaimana lagi, wanita itu telah mengungkapkannya atau dia telah menyusui kalian berdua”. Maka Beliau melarang dari menikahinya. (Hr.Bukhori)
Penjelasan:
Berdasarkan apa yang telah Alloh dan Rosulnya sampaikan melalui Al Quran dan Sunnah. Berikut adalah beberapa prinsip yang Alloh dan Rosul ajarkan kepada kita perihal talaq:
(Al-Baqarah:233) Tugas ibu adalah menyusui anaknya secara sempurna hingga 2 tahun. Dam tugas ayah ialah berkewajiban memberi makan, pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Jikalau seorang ibu ingin menyapih anaknya dibawah usia 2 tahun atau dalam artian tidak sempurna dalam menyusuinya, jika alasannya bisa dibenarkan maka hal itu dibolehkan. Namun syaratnya adalah harus adanya musyawah antara ayah dan ibunya agar saling ridho antara keduanya. Maka hal demikian tidak menjadi dosa.
Dan prinsip musyawah dan saling ridho ini berlaku meskipun antara kedua orangtuanya sudah berpisah, karena seorang anak harus diperhatikan hak nya dan menjadi tanggungjawab kedua orangtuanya meskipun sudah berpisah.
(Al-Baqarah:234) Istri yang ditinggal wafat oleh suaminya masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Mengenai masa iddah sendiri bagaimanakah ketentuan yang dimaksud?
Apakah seorang perempuan tidak boleh keluar rumah sama sekali selama jangka waktu masa iddah? Tentunya bukanlah demikian, karena yang dilarang adalah melakukan sesuatu yang mengarah pada pernikahan seperti ta’aruf atau khitbah. Bahkan dalam bersolek pun tidak boleh berlebihan yang bisa menraik syahwat laki-laki.
(Al-Baqarah:235) Seorang laki-laki yang memiliki ketertarikan kepada perempuan yang sedang berada dalam masa iddah boleh meminang perempuan tersebut jika hanya lewat sindiran. Tetapi jika secara khusus datang untuk meminang, mengungkapkannya dengan terus terang, atau mengadakan perjanjian akan menikah itu tidak boleh.
Sebisa mungkin pada masa iddah tersebut seorang perempuan jangan dulu membuka diri pada arah-arah tertentu.
Kemudian mengenai saudara sepersusuan. Dalam Islam air susu (ASI) menjadi hal yang sangat urgen. Selain msnfaatnya yang luar biasa untuk anak ada hal lain yang harus menjadi perhatian. yaitu mengenai “mahram” yang disebabkab oleh air susu. Seseorang yang disusui oleh ibu yang sama maka ia berstatus mahram.
Syari’at Islam melarang kaum muslimin untuk menikahi saudara sepersusuan sebagaimana yang dijelaskan dalam Qs. An-Nisa:23 “Diharamkan atas kamu menikahi saudara-saudara perempuan sesusuan” karena statusnya menjadi mahram dan haram untuk dinikahi. Begitupula dengan menikahi perempuan yang statusnya saudara (adik kakak) secara sekaligus hukumnya adalah haram sebagaimana yang telah disebutkan pada hadits diatas. Wallohu ‘alam bi shawab.