Ketentuan Talaq
Oleh: Ustadz Maulana Arifin
لَّا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا۟ لَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى ٱلْمُوسِعِ قَدَرُهُۥ وَعَلَى ٱلْمُقْتِرِ قَدَرُهُۥ مَتَٰعًۢا بِٱلْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى ٱلْمُحْسِنِينَ
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan. (Qs. Al-Baqarah:236)
وَإِن طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِن قَبْلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّآ أَن يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَا۟ ٱلَّذِى بِيَدِهِۦ عُقْدَةُ ٱلنِّكَاحِ ۚ وَأَن تَعْفُوٓا۟ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنسَوُا۟ ٱلْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al-Baqarah:237)
وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (Qs. An-Nisa:4)
مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ أَنْ تَتَيَسَّرَ خِطْبَتُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ صَدَاقُهَا وَأَنْ يَتَيَسَّرَ رَحِمُهَا
“Dari Aisyah, Rosululloh saw bersabda: Termasuk berkahnya seorang wanita, yang mudah khitbahnya (melamarnya), yang mudah maharnya, dan yang mudah memiliki keturunan.” (HR. Ahmad)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ سَهْلًا يَقُولُ جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ جِئْتُ أَهَبُ نَفْسِي فَقَامَتْ طَوِيلًا فَنَظَرَ وَصَوَّبَ فَلَمَّا طَالَ مُقَامُهَا فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ قَالَ عِنْدَكَ شَيْءٌ تُصْدِقُهَا قَالَ لَا قَالَ انْظُرْ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ وَاللَّهِ إِنْ وَجَدْتُ شَيْئًا قَالَ اذْهَبْ فَالْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ قَالَ لَا وَاللَّهِ وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ وَعَلَيْهِ إِزَارٌ مَا عَلَيْهِ رِدَاءٌ فَقَالَ أُصْدِقُهَا إِزَارِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِزَارُكَ إِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ مِنْهُ شَيْءٌ وَإِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ فَتَنَحَّى الرَّجُلُ فَجَلَسَ فَرَآهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَقَالَ مَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ قَالَ سُورَةُ كَذَا وَكَذَا لِسُوَرٍ عَدَّدَهَا قَالَ قَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdul Abu Hazim dari Ayahnya bahwa dia mendengar Sahl berkata, ‘Seorang wanita datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Saya datang kepada anda untuk menyerahkan diriku kepada anda, ” Beliau lalu berdiri lama dan menelitinya dengan saksama, ketika beliau berdiri lama seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, jika anda tidak berkenan dengannya, maka nikahkanlah aku dengannya.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada laki-laki tersebut, ‘Apakah kamu mempunyai sesuatu yang dapat dijadikan mahar untuknya? ‘ Laki-laki itu menjawab, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Carilah terlebih dahulu.’ Lalu laki-laki itu pergi, sesaat kemudian dia kembali dan berkata, ‘Demi Allah, aku tidak mendapatkan sesuatu pun.’ Beliau bersabda, ‘Pergi dan carilah lagi walaupun hanya dengan cincin dari besi.’ Kemudian laki-laki itu pergi, tidak berapa lama dia kembali sambil berkata, ‘Aku tidak mendapatkan apa-apa walau cincin dari besi.’ -Saat itu laki-laki tersebut tengah mengenakan kain sarung, lantas dia berkata, ‘Aku akan menjadikan kain sarung ini sebagai mahar.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika kamu memakaikan kain sarung itu padanya, maka kamu tidak memakai apa-apa, sementara jika kamu yang memakai sarung tersebut, dia tidak memakai apa-apa.’ Laki-laki itu duduk termenung, ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya berpaling, lalu beliau memerintahkan seseorang untuk memanggilnya, maka dipanggilah laki-laki tersebut, beliau bertanya, ‘Apakah kamu mempunyai hafalan dari Al-Qur’an? ‘ Laki-laki itu menjawab, ‘Ya, saya telah hafal surat ini dan ini.’ Lalu beliau bersabda, ‘Oleh karena itu, aku nikahkan kamu dengan wanita itu, dengan mahar apa yang telah engkau hafal dari surat Al-Qur’an.”(HR. Bukhori)
Penjelasan:
Tema yang dibahas kali ini masih mengenai ketentuan talaq yang meliputi ketentuan talaq bagi seorang wanita yang ditalaq sebelum bercampur dan sebelum dibayarkan maharnya, mut’ah juga sekilas mengenai mahar.
(2:236) Ketentuan yang telah Alloh tetapkan mengenai seorang istri yang ditalaq padahal ia belum sama sekali disentuh atau dalam artian bercampur dengan suaminya. Maka ketentuan untuk kasus tersebut adalah tidak adanya masa iddah bagi istri yang ditalaq tersebut.
Kemudian bagaimana sebelum bercampur ditalaq jika dan belum dibayarkan serta belum ditentukan maharnya apakah maharnya harus tetap dibayarkan? jawabannya adalah tidak. Tidak ada dosa bagi seorang laki-laki yang ia mentalaq istrinya sebelum ia becampur dan belum menentukan maharnya.
(2:237) Kemudian bagaimana jika ditalaq sebelum bercampur namun mahar sudah ditentukan? apakah ketentuannya sama dengan yang belum menentukan mahar? Tentunya berbeda, bagi seorang laki-laki yang mentalaq istrinya sebelum bercampur namun sudah menentukan maharnya maka laki-laki tersebut harus membayar maharnya seperdua dari yang sudah ditentukan. Kecuali jikalau istrinya ridho dan memaafkan untuk tidak dibayar maka hal itu tak menjadi dosa.
Ketika seorang istri ditalaq sebelum atau sesudah bercampur, baik belum ditentukan maharnya atau sudah ditentukan maharnya. Alloh memerintahkan kepada seorang laki-laki untuk memberikan mut’ah atau pemberian kepada istri sesuai kadar kemampuan dari laki-laki tersebut.
Bahkan Ibnu Abbas menjelaskan, bagi seorang laki-laki yang kadar kemampuan dalam hartanya sedikit maka cukup baginya dengan memberikan 3 helai baju. Aturan tersebut tentunya menjadi salah satu bentuk penghormatan kepada perempuan, juga sebagai bentuk ma’ruf yang harus tetap diperhatikan sehingga saat melepas tidak hanya melepas dengan begitu saja namun melepas dengan cara-cara yang baik.
(4:24) Mahar merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yang hendak menikahi seorang perempuan, salah satunya adalah sebagai bukti atau lambang kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi calon istrinya serta akan bertanggung jawab sepenuhnya setelah akad nikah diikrarkan.
Namun meski demikian mahar bukanlah rukun dalam pernikahan. Sehingga jikalau ingin menikah namun belum mampu memberi mahar maka selagi antara kedua belah pihak setuju dan calon istri serta walinya tidak keberatan maka boleh dibayarkan nanti setelah menikah dan itu menjadi hutang suami kepada istri. Mahar sendiri secara kepemilikan adalah hak istri sepenuhnya. Namun jika istri berbaik hati memberikan sebagiannya kepada suami maka Al-Quran menyebutkan “ambillah” yang menunjukkan sebuah kebolehan.
(Hadits dari Aisyah diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori) Rosululloh saw pernah menjelaskan mengenai ciri berkahnya seorang wanita yaitu mudah saat melamarnya, mudah maharnya yang dalama artian tidak mempersulit/tidak memberatkan calon suaminya dan yang mudah memiliki keturunan.
Untuk bentuk mahar sendiri tak ada kewajiban harus perhiasan ataupun uang namun bisa juga berupa hafalan dari ayat Al-Quran yang dimiliki oleh seorang laki-laki. Sebagaimana yang terjadi pada umumnya. Hal ini merujuk pada salah satu hadits Rosululloh saw yang didalamnya menceritakan tentang seorang laki-laki yang ingin meminang seorang perempuan untuk dinikahi namun laki-laki tersebut tak memiliki sesuatupun untuk dijadikan mahar. Saat itu Rosul memerintahkannya untuk mencari sesuatu yang bisa dijadikan mahar saat itu Rosul berkata, Carilah, walaupun hanya cincin dari besi. Namun ternyata laki-laki itu tak menemukannya. Saat itu ia sedang menggunkan kain sarung, dan ia berfikir suntuk menjadikan sarung tersebut sebagai mahar. Namun jika sarung itu diberikan kepada perempuan tadi, maka laki-laki tersebut tak akan memakai apa-apa. Hingga Rosul pun termenung dan laki-laki tadi pun berpaling. Tak lama kemudian Rosul memerintahkan seseorang untuk memanggil laki-laki tadi. Kemudian Rosul bertanya: Apakah kamu mempunyai hafalan dari Al-Qur’an? laki-laki itu menjawab: Ya, saya telah hafal surat ini dan ini. Lalu beliau bersabda: Maka aku nikahkan kamu dengan wanita itu dengan mahar apa yang telah engkau hafal dari surat Al-Qur’an. Wallohu ‘alam Bisshowab