Kunci Ketegaran Kaum Muslimin Di Masa Awal Dakwah Islam
Islam dibangun atas perjuangan dan pengorbanan dari para pendahulu kita, dengan berbagai kepedihan hidup yang dialaminya mengantarkan kita dimasa ini bisa mengenal Islam dan menjalankannnya dengan aman, nyaman, tenang dan tentram.
Namun pertanyaanya, pernahkah kita merenungkan, bertanya dan mencari jawaban tentang apa yang menjadi faktor atau kunci ketegaran kaum muslimin pada saat itu, sehingga mereka betul-betul bisa tegar menghadapi berbagai penindasan yang membuat kita gemetar saat membaca kisahnya, sedangkan kita hari ini entah termasuk umat yang seperti apa? entah umat yang memiliki mental seperti apa jika kita mengetahui kisah-kisah perjuangan kaum muslimin dimasa itu.
Karena Rosululloh dan para sahabat adalah manusia terbaik maka sudah sepatutnya kita menjadikan mereka sebagai keteladanan dalam meniti jalan kehidupan ini melalui siroh nabi dan siroh shahabi. Syekh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri dalam kitab Sirah Nabawi nya, meringkas Faktor-faktor dan sebab-sebab yang menjadi kunci ketegaran kaum muslimin pada masa itu, yang diantaranya ialah:
- Keimanan kepada Alloh
Iman menjadi faktor pertama dan utama, saat seseorang sudah merasakan manisnya iman sebagaimana yang disebutkan oleh sykeh shafiyyurahman “keimanan yang tegas bila telah menyelinap ke sanubari dapat menimbang gunung dan tidak akan goyang. Orang yang memiliki keimanan dan keyakinan seperti ini akan memandang kesulitan duniawi sebesar, sebanyak dan serumit apapun seperti lumut-lumut yang diapungkan oleh air bah lantas menghancurkan bendungan kuat dan benteng perkasa. Orang yang kondisinya seperti ini, tidak mempedulikan rintangan apapun lagi karena telah mengenyam manisnya iman, segarnya keta’atan serta cerianya keyakinan. Karena iman adalah faktor utama, maka ia akan berkembang dan mempengaruhi faktor yang lainnya, saling menguatkan, menjadikan tegar pada sebab-sebab yang lainnya.
2. Kepemimpinan yang sangat di dambakan oleh setiap hati
Rosululloh sebagai sosok teladan, dengan kesempurnaan akhlak, kebesaran jiwa dan kesucian hati. Hal ini dapat menyebabkan hati tertawan dan membuat jiwa rela berjuang untuknya sampai tetes darah terakhir. Kesempurnaan yang dianugerahkan kepadanya tersebut tidak pernah dianugerahkan kepada siapapun. Beliau menempati posisi puncak dalam derajat sosial, keluhuran budi, kebaikan dan keutamaan. Demikian pula dari sisi kesucian diri, amanah, kejujuran dan semua jalan-jalan kebaikan tidak ada yang menandinginya. Jangankan oleh para pencinta dan shahabat karib beliau, musuh-musuhnya pun tidak meragukan lagi hal itu. Ungkapan yang pernah terlontarkan dari mulut beliau pastilah membuat mereka langsung meyakini kejujurannya dan kebenaranya dan sejak kecil pun beliau sudah diberi julukan al amin (dapat dipercaya).
Bahkan Abu Jahal pernah berkata kepada Rosululloh:
“wahai Muhammad! sesungguhnya kami tidak pernah mendustakanmu akan tetapi kami mendustakan apa yang engkau bawa”. Lalu turunlah ayat: “Sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, tetapi orang-orang yang zhalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”. (Qs.al-An’am: 33).
Suatu ketika mereka melemparkan kotoran unta ke arah kepala Rosululloh saat sedang sujud, hingga beliau mendoakan kebinasaan atas mereka. Sampai-sampai saat sedang enaknya tertawa berubah menjadi kegundahan dan kecemasan karena mereka yakin akan binasa. Beliau mendoakan kebinasaan atas ‘Utbah bin Abi Lahab. Saat itu orang ini masih yakin akan terjadinya apa yang didoakan oleh beliau terhadapnya. Hingga suatu hari, ketika dia melihat segerombolan singa, dia bergumam: “Demi Allah! dia (Muhammad) telah membunuhku padahal dia berada di Mekkah”.
Adapun kondisi para sahabat dan umat muslim padat saat itu, kedudukan beliau dihadapan mereka ibarat satu ruh dan jiwa sehingga semua urusan beliau menempati hati dan mata mereka. Oleh karena itu, sebagai implikasi dari rasa cinta dan siap mati ini membuat mereka tidak gentar bila leher harus terpenggal, kuku terkupas atau ditusuk oleh duri. Maka penting sekali menjadi seorang pemimpin yang dicintai, sebab dari cinta tersebut akan melahirkan rasa rela berjuang dan berkorban.
Salah satu contoh kisahnya adalah kejadian yang menimpa khalifah Abu Bakar, Suatu hari ketika di Mekkah beliau pernah diinjak dan dipukul dengan keras, kemudian ‘Utbah bin Rabi’ah mendekatinya sembari memukulinya lagi dengan kedua terompahnya yang tebal dan melayangkannya ke arah wajahnya. Tidak cukup disitu, dia kemudian melompat diatas badannya dan jatuh tepat di atas perut Abu Bakar hingga wajahnya bonyok. Hingga kemudian beliau dibawa oleh orang dari Bani Tamim ke rumahnya. Saat sore hari ia tersadar, namun yang beliau pikirkan bukanlah keadaan dirinya, melainkan ia langsung menanyakan “apa yang terjadi terhadap diri Rasulullah?”
Hingga beliau berkata: aku bersumpah kepada Allah untuk tidak mencicipi makanan dan meminum minuman hingga aku mendatangi Rasulullah”.
Begitulah bentuk cinta para sahabat kepada Rosululloh, bentuk cinta yang langka, hingga rela mati dijalan dakwah.
3. Rasa tanggung jawab
Para sahabat sangat paham betul mengenai amanah yang ada pada diri mereka, mereka sadar bahwa pada diri diri mereka telah dipikulkan sebuah amanah, bahwa dakwah harus terus berjalan dan menggema. Sebab mereka tahu implikasi yang akan terjadi bilamana tanggungjawab itu diabaikan, tidak dijalankan, maka akan ada dampak yang lebih buruk daripada penderitaan yang terjadi pada mereka pada saat itu, yaitu kerugian yang diderita oleh umat manusia secara keseluruhan bila lari darinya, tidak dapat diukur dengan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi akibat dari beban yang ditanggung tersebut.
Hari ini kita tak bisa bayangkan, jika seandainya para sahabat atau para pendahulu kita tak bertanggungjawab dijalan dakwahnya, mungkin hari ini kita tak akan merasakan manisnya menjadi seorang muslim. Mungkin hari ini kita berada dalam kejahiliyahan menjadi umat yang terbelakang dan tak berperadaban. Maka betul dengan adanya Islam yang dibawa oleh Rosululloh itu mampu mengeluarkan manusia dari kegelapan pada cahaya.
4. Iman kepada Hari Akhir
Dengan keyakinan yang kuat akan adanya hari akhir, menjadi salah satu faktor penguat mereka dalam menumbuhkan dan merawat rasa tanggung jawab. Mereka yakin memiliki bahwa mereka akan dibangkitkan kembali berhadapan dengan Sang Ialhi, amalan selama di dunia akan dihisab dengan sedetail-detailnya, besar dan kecilnya akan dipertanggung jawabkan dengan penuh. Hanya ada dua pilihan; kekal di surga yang penuh dengan kesenangan atau kekal di neraka Jahim yang penuh dengan azab.
Maka dalam menjalani kehidupan hendaknya disertai rasa takut dan pengharapan, yaitu mengharapkan rahmat Rabb mereka dan takut akan siksa-Nya. Mereka adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala:
وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَٰجِعُونَ
”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut”. (Q,s. al-Mukminûn: 60).
Mereka mengetahui bahwa dunia dengan kesengsaraan dan kesenangan yang ada di dalamnya tidak akan bisa menyamai sepasang sayap nyamuk pun atau dalam artian tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan kehidupan di Akhirat. Pengetahuan juga keyakinan yang kuat tentang hal ini membuat segala kepayahan, kesulitan, kepahitan, dan penderitaan di dunia menjadi terasa ringan.
5. Al-Quran
Pada masa-masa sulit dan penuh penderitaan itu, Alloh senantiasa membimbing, menguatkan Rosululloh, para sahabat dan kaum muslimin dengan menurunkan firman-Nya guna memberikan hujjah dan bukti atas kebenaran risalah Islam yang bisa membuat mereka semakin yakin dan tegar.
Ayat-ayat tersebut juga amat membangkitkan sensitifitas dan ego kaum Muslimin untuk bersabar dan pantang menyerah, menguraikan sikap tersebut dengan bahasa yang indah dan menjelaskan kepada apa hikmah di balik semua kejadian itu. Allah berfirman (artinya):
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنۡ يُّتۡرَكُوۡۤا اَنۡ يَّقُوۡلُوۡۤا اٰمَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَـنُوۡنَ ٢
وَلَقَدۡ فَتَـنَّا الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِهِمۡ فَلَيَـعۡلَمَنَّ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ صَدَقُوۡا وَلَيَعۡلَمَنَّ الۡكٰذِبِيۡنَ ٣
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? (2)Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (3). (Qs.al-‘Ankabut: 2-3).
Dengan Al-Quran yang diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia, mengarahkan kaum Muslimin kepada pondasi-pondasi yang kelak atas takdir Allah terbentuk komunitas manusia yang paling agung di muka bumi ini, yaitu umat Islam.
Di balik lipatan ayat-ayat tersebut terdapat pesan-pesan untuk kaum Muslimin. Disana Alloh memberitakan kabar gembira untuk mereka berupa rahmat dan keridhaan-Nya serta surga yang telah disiapkan untuk mereka yang di dalamnya terdapat kenikmatan abadi. Juga memberikan gambaran tentang bagaimana musuh-musuh mereka yaitu kaum kafir dan para Thaghut yang zhalim akan dihukumi dan ditanya hingga kemudian mereka dimasukan ke dalam api neraka sehingga mereka merasakan betapa pedihnya.
6. Berita-Berita Gembira tentang Kemenangan
Sejak awal mereka memilih Islam sebagai jalan hidupnya, mereka telah mengetahui bahwa dengan masuk Islam bukan berarti akan tersingkirnya semua musibah, tetapi dengan penuh kesadaran mereka tahu bahwa dakwah Islam bertujuan untuk mengakhiri kejahiliyahan dan sistem yang zhalim. Yang dengannya akan menggiring manusia ke dalam keridhaan Alloh dan mengeluarkan dari penyembahan kepada selainNya. kegelapan.
Alloh melalui firman-Nya menghibur mereka yang sedang dalam kondisi sempit, mencekik, menderita dengan menurunkan ayat-ayat berisi janji dan kepastian tentang kemenangan kaum muslimin dan kebinasaan kaum dzalim. Sebagaimana yang sebelumnya telah terjadi diantara para Nabi dan kaumnya yang mereka mengingkari juga mendustakannya. Ayat-ayat tersebut bdirasa sangat related atau persis sama dengan kondisi kaum Muslimin di Mekkah dan orang-orang kafir yang mendzalimi nya.
Di dalam kisah-kisah ini terdapat isyarat yang jelas akan kegagalan penduduk Mekkah nantinya dan kesuksesan kaum Muslimin dan dakwah islamiyah yang mereka bawa. Di dalam tenggang waktu tersebut, turunlah beberapa ayat yang secara terang-terangan memberitakan kabar gembira, berupa kemenangan kaum Muslimin sebagaimana di dalam beberapa firman-Nya berikut:
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi rasul (171). (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan (172). Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang (173). Maka berpalinglah kamu (Muhammad) dari mereka sampai suatu ketika (174). Dan lihatlah mereka, maka kelak mereka akan melihat (azab itu) (175). Maka apakah mereka meminta supaya siksa Kami disegerakan (176). Maka apabila siksaan itu turun di halaman mereka, maka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu”.[177] (Qs.ash-Shaffat 171-177)
Juga seperti ayat yang turun terhadap orang-orang yang berhijrah ke Habasyah, Alloh berfirman:
Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, jika mereka mengetahui.(Qs.an-Nahl:41).
Demikianlah beberapa faktor penyebab dibalik kesabaran dan ketegaran kaum muslimin di masa awal dakwah Islam yang bisa kita teladani dan tafakuri, dan semoga bisa menjadi motivasi untuk kita agar senantiasa menjadi pribadi muslim yang kuat, dan rela berjuang, berkorban demi tegaknya kalimatullah. Bahwa segala rasa sulit kita hari ini tak seberapa jika dibandingkan dengan kesulitan para pendahulu kita. perjuangan mereka tak hanya sekedar kata, namun perjuangan yang sampai rela mati.